SELAMAT DATANG

Senin, 07 Februari 2011

Arsitektur Kuno dari Indonesia

     Dalam membangun sebuah tempat tinggal, gaya arsitektur di Indonesia sangat terpengaruhi iklim tropis lembab. Selain itu, model bangunan juga disesuaikan dengan keadaan tanah di Indonesia yang labil akan bencana, seperti gempa dan banjir. Untuk mengantisipasi ancaman bencana tersebut, maka rumah-rumah tradisional di Indonesia banyak yang berbentuk panggung. Semakin rawan bencana, semakin tinggi pula panggungnya. Ruang di bawah panggung adalah ruang yang negatif yang dipergunakan untuk hal-hal tidak penting, seperti menyimpan barang dan hewan.
     Sebagian rumah tradisional di Indonesia hanya mengutamakan ruang luar untuk berkumpul bersama keluarga. Sedangkan Ruang yang ada di dalam bangunan berfungsi sebagai tempat tidur, dan tempat berlindung dari panas dan hujan.



     Masyarakat Indonesia kuno berusaha menyatu dengan iklim. Hal tersebut dapat kita lihat pada relief candi, bahwa orang-orang masa lalu selalu bertelanjang dada baik pria maupun wanita. Percandian merupakan kompleks peribadatan yang terpengaruhi agama Hindu dan Budha yang berasal dari India. Tetapi, dari relief yang ada di India, kita dapat mengetahui bahwa iklim di India dan di Indonesia sangat berbeda. Penampilan manusia lampau pada relief candi di India, badannya selalu ditutup kain. Hal ini menunjukkan ganasnya iklim di India. Relief dipelajari pada kondisi dan filosofi masyarakat pada saat itu.


         Tentunya masalah prinsip kehidupan ini juga akan berpengaruh pada perwujudan arsitektur

     Sebuah contoh kenusantaraan yang dapat dipelajari adalah arsitektur jawa kuno. Misalnya saja Majapahit, yakni sebuah kerajaan besar yang pernah menyatukan nusantara. Masyarakat Majapahit sangat menghargai matahari sebagai salah satu sumber kehidupan. Penghargaan ini tertuang ke dalam simbol kerajaan Majapahit yang berbentuk matahari, yang biasa disebut dengan ’surya majapahit’.



                        ”Saya berharap arsitektur kuno dari Indonesia dapat terangkat kembali” 


read more “Arsitektur Kuno dari Indonesia”

Jumat, 04 Februari 2011

Perbedaan Istilah Kuno, Klasik, Tradisional, dan Modern dalam Arsitektur.


Istilah Kuno, Klasik, Tradisional, dan Modern dalam Arsitektur.

            Sekarang saya akan mencoba memberi informasi tentang arsitektur kuno, klasik, tradisional, dan modern. Maksud dari istilah-istilah tersebut adalah bahwa : Tradisional merupakan ruang lingkup yang menyangkut tentang budaya, dan warisan budaya. Kemudian kata kuno maksudnya adalah sudah sangat lama. Dalam hal ini berarti peradaban yang sudah lama, dan berbeda dengan peradaban sekarang. Sedangkan modern tentunya kita sudah tahu artinya, yaitu ’zaman sekarang’. Lain halnya dengan klasik, yang merupakan sebuah langgam atau gaya tersendiri yang menyempurnakan gaya barok dan rokoko. Klasik sendiri berkarakteristik sempurna, seimbang, dan anggun.

            Istilah klasik dalam ruang lingkup nusantara, artinya adalah gaya kolonial yang anggun, seimbang, dan sempurna di Nusantara. Akan tetapi, harus diingat juga bahwa gaya kolonial di nusantara juga dipengaruhi dengan gaya arsitektur global. Bank Indonesia Jakarta terpengaruhi gaya klasik, sedang Hotel Savoy Homan Bandung terpengaruhi gaya modern ’art noveau’, Hotel Majapahit Surabaya terpengaruhi gaya modern dari Berlage.

Kesimpulan wacana ini adalah lawan dari ’kuno’ yaitu ’modern’, sedangkan lawan dari ’tradisional’ dan ’klasik’ adalah ’modern juga’.  

Saya harap setiap insan arsitektur membanggakan nilai lokalnya masing-masing. Nilai-nilai yang ada di tempatnya tumbuh dan berkembang, seperti nilai di Batavia, Bandoeng, Djogja, Solo, Medan, Makasar, Denpasar, Singaraja, Jayapura, dsb. Siapa lagi yang akan mengangkat nilai-nilai tersebut untuk eksistensi ’arsitektur nusantara modern’.

read more “Perbedaan Istilah Kuno, Klasik, Tradisional, dan Modern dalam Arsitektur.”

Selasa, 01 Februari 2011

Ruang Lingkup Arsitektur

Ruang lingkup dan keinginan
      Setelah kita mengerti arti dan sejarah singkat dari pada arsitektur, sekarang saya mau membagikan tentang apa saja yang masuk ke dalam ruang lingkup dari arsitektur. Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura, bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika, Kekuatan, dan Kegunaan / Fungsi. Arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi lain, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis.
      Arsitektur adalah bidang multi-dispilin, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Menurut Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang mempengaruhi arsitektur.
Teori dan praktik
      Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan. Vitruvius mengatakan : "Praktik dan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan".
read more “Ruang Lingkup Arsitektur”

Pengertian dan Sejarah Arsitektur

Arsitektur
      Sebelum tahu lebih banyak tentang arsitektur, sebaiknya kita tahu dulu tentang pengertian arsitektur, serta sejarahnya. Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Arti yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk.
Sejarah Arsitektur :
      Setelah tahu arti dasar dari arsitektur, kita akan mengungkit sejarah daripada arsitektur. Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan, dan cara. Tahap awal dari arsitektur adalah tahap arsitektur prasejarah. Seiring dengan majunya zaman, manusia pun tambah berkembang dalam hal pemikiran, dan pengetahuan mulai berkembang melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, kemudian arsitektur berkembang menjadi ketrampilan.
      Lama-kelamaan kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipe bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasipun bermunculan. Selain itu, karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis mengenai arsitektur menjadi kumpulan aturan untuk diikuti, khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh ini antara lain karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di abad Pertengahan Eropa, mulai dibentuk asosiasi profesi oleh para ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
      Pada masa Renaisans, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual, seperti Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci. Tetapi, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain.
      Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu, dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah arsitek priyayi yang biasanya berurusan dengan klien kaya dan berfokus pada unsur visual dalam bentuk yang menuju pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
      Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
      Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund yang dibentuk 1907, memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik. Setelah itu, sekolah Bauhaus yang dibentuk di Jerman tahun 1919, menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
      Masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, keburukan, keseragaman, serta dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
      Sebagian arsitek lain menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. ”Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati”.
      Kesimpulannya, bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri.
read more “Pengertian dan Sejarah Arsitektur”